Kamis, 13 Oktober 2011

Konflik Sosial dalam Masyarakat : Menentang Kebijakan Negara


Nama                           : Irfan fauzi
NPM                             : 33410600
Mata Kuliah                : ISD


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.          Latar Belakang
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.




 Gambar di atas, menjelaskan keadaan factual yang terjadi di dalam konflik social di Negara ini. Tentang perilaku manusia yang muncul akibat dari perbedaan pendapat. Demonstrasi yang dilakukan untuk menentang kebijakan negara adalah salah satu bentuk perbedaan pendapat dan kepentingan antara kelompok masyarakat dengan negara atau dengan kelompok lainnya. Fenomena ini termasuk dalam kategori konflik, walaupun tidak mengarah kepada pertentangan fisik. Konflik juga dimaknai sebagai suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan oleh pihak pertama. Suatu ketidakcocokan belum bisa dikatakan sebagai suatu konflik bilamana salah satu pihak tidak memahami adanya ketidakcocokan tersebut (Robbins, 1996).

1.2.         Tujuan
Konflik adalah suatu peristiwa / aktivitas yang sudah dikenal sejak permulaan sejarah umat manusia. Konflik dan perubahan merupakan dua hal yang berkaitan erat satu sama lain. Konflik menimbulkan perubahan dan perubahan menimbulkan konflik. Hellriegel dan Slocum menunjukkan adanya tiga macam tipe dasar tujuan konflik:
  1. Konflik tujuan (goal conflict)
Terjadi bila hasil akhir yang diinginkan atau hasil yang dipreferensi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
  1. Konflik cognitif
Muncul bila individu-individu menyadari bahwa pemikiran mereka atau ide mereka tidak konsisten satu sama lain.
  1. Konflik efektif
Muncul bila perasaan atau emosi tidak sesuai satu sama lain (tidak harmonis).
Berbagai macam konflik yang terjadi pada kehidupan masyarakat pada akhirnya ingin menemukan berbagai macam solusi dengan masalah yang terjadi saat ini agar sesuai dengan harapan yang di inginkan dimasa depan. Meskipun konflik social merupakan hal yang tidak patut untuk dilakukan dalam memecahkan suatu masalah.
Negara Indonesia adalah Negara demokrasi. Masyarakat melakukan apresiasinya dengan mengadakan demonstrasi sebagai wujud dari pengaplikasian konflik yang tidak sinkron antara keinginan masyarakat dengan kebijakan Negara.

 1.3.         Sasaran
Realita yang terjadi pada Negara ini melibatkan beberapa aspek penting dalam system masyarakat. Masyarakat yang ingin menyelesaikan konflik ini harus bisa membangun struktur organisasi yang baik, mengatur strategi pengajuan konflik agar nantinya pesan yang ingin disampaikan dapat diterima baik oleh Pemerintah.
Target utama dalam konflik social ini ialah Pemerintahan. Masyarakat ingin memberitahukan bahwa terjadi sisi ketidak adilan dari kebijakan yang dibuat Pemerintah tersebut. Banyak kebijakan yang tidak dilandasi dengan kebutuhan masyarakat.                





  

Gambar diatas menunjukkan apresiasi masyarakat menolak kebijakan anti kapitalisme di Negara ini. Sasaran tertuju kepada Pemerintahan yang harus mendengarkan keluhan rakyatnya. Dalam demokrasi ini, strategi tersusun dengan baik, dapat dilihat susunan desain visual “Anti-Capitalists Are Everywhere” masih dalam aspek positif dan tidak merugikan pihak lain. Begitulah seharusnya organisasi melakukan aplikasi konflik agar konflik tidak terus terjadi melainkan menjadikan rakyat sejahtera.
 


BAB II
PERMASALAHAN


Analisis permasalahan Konflik Sosial ini terjadi dalam masyarakat yang menginginkan keadilan pada Kebijakan Negara, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi organisasi internal maupun eksternal yang dapat dilihat dari aspek-aspek berikut :

2.1.     Kekuatan (Strength)
Dalam menyelesaikan konflik ini, menyebabkan orang mencari cara untuk mengubah hal yang sedang berlaku. Dengan demikian proses penyelesaian konflik dapat menyebabkan distimulasinya perubahan positif di dalam organisasi yang bersangkutan. Wujud dari penyelesaian konflik ini akan berbuah fikiran individu dalam organisasi untuk menemukan solusi terbaik dalam mengapresiasikan keinginan mereka terhadap kebijakan Pemerintah.
Ilmu Psikologis mengatakan amarah individu yang diaplikasikan pada demonstrasi ini dapat menghasilkan kekuatan positif dalam diri mereka, yaitu membela kebenaran, mengatakan apa yang seharusnya dikatakan bahwa keadaan saat ini Pemerintah tidak memperhatikan rakyat kecil.

2.2.     Kelemahan (Weakness)
Konflik Sosial ini memiliki kecenderungan untuk mengalihkan upaya dari pencapaian tujuan. Sumberdaya organisasi dalam masyarakat menyelesaikan masalah konflik ini dengan mengadakan tindakan agresif yang dapat merugikan pihak lain. Dari sisi biaya, kesehatan para pendemonstrasi, bahkan para pengguna jalan yang merasa terganggu dengan adanya konflik tersebut.
Menurut penelitian aksi konflik yang negatif akan dapat menimbulkan perasaan tidak senang, timbulnya ketegangan dan ketidaktenteraman dalam masyarakat. Menentang kebijakan Negara misalnya, dalam mengadakan demo besar-besaran di Bundaran HI, dengan membakar ban bekas sebagai tanda kemarahan masyarakat, ini merupakan salah satu contoh konkrit yang terjadi dalam masyarakat.
Konflik Sosial ini juga akan berakibat fatal apabila aksi yang dilakukan tidak mematuhi peraturan yang ada, terkadang para individu tidak dapat mengontrol emosi mereka, hingga berakibat kericuhan yang dapat merugikan organisasi bahkan Pemerintah. Contohnya ialah  jika sampai ada korban jiwa akibat penolakan kebijakan ini akan menghasilkan kerugian bagi indvidu itu sendiri dan Negara yang patut bertanggung jawab.

2.3.     Peluang (Opportunity)
Peluang terjadinya suatu konflik, menurut Anoraga (dalam Saputro, 2003) suatu konflik dapat terjadi karena perbendaan pendapat, salah paham, ada pihak yang dirugikan, dan perasaan sensitif.
Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan orang lain. Contoh, mungkin tindakan seseorang wajar, tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan.
Baron & Byrne (dalam Kusnarwatiningsih, 2007) mengemukakan konflik disebabkan antara lain oleh perebutan sumber daya, pembalasan dendam, atribusi dan kesalahan dalam berkomunikasi.
Begitu banyak peluang terjadinya konflik dalam masyarakat, hanya tinggal individulah yang memerlukan kesadaran tinggi untuk menjaga hati nurani untuk bersikap sabar dan adil dalam mengambil suatu keputusan.

2.4.        Tantangan (Threats) 
            Berbagai macam konflik yang terjadi tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Bagaimana membenahi system kebijakan yang tidak merugikan pihak manapun. Suatu konflik juga dipandang sebagai kesempatan individu untuk berinteraksi secara bebas, menyuarakan pendapatnya kepada Pemerintah, merupakan suatu tantangan bagi individu tersebut untuk menjadi pribadi yang berkualitas dan dapat mengapresiasikan suaranya demi keadilan.
Konflik social yang terjadi akan berakhir dengan terputusnya komunikasi interaksi antara organisasi tersebut. Hal ini menjadi tantangan kepada Organisasi, untuk tetap teguh pada visi dan misinya untuk mengapresiasikan keadilan.


BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

3.1.     Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia. Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih.
Konflik pada dasarnya merupakan bagian dari kehidupan sosial, karena itu tidak ada masyarakat yang steril dari realitas konflik. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
 Suatu konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya komunikasi interaksi itu sendiri. Konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri seseorang individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar negara.
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami  konflik dengan kelompok lain; (2) keretakan hubungan antar kelompokyang bertikai; (3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain; (4) kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
Sedangkan strategi yang dipandang paling efektif, antara lain: (1) tujuan sekutu besar, yaitu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar dan kompleks. Misalnya dengan cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih mantap; (2) tawarmenawar integratif, yaitu dengan menggiring pihak-pihak yang berkonflik, untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang luas, dan tidak hanya berkisar pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan individu, kelompok, golongan atau suku bangsa tertentu.
3.2.    Rekomendasi
                Dengan adanya konflik yang terjadi sebagai apresiasi dalam pengajuan keamarahan masyarakat dalam ketidak adilan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah, sudah selayaknya Pemerintah mengevaluasi dini mengenai system kerja mereka dengan melihat permasalahan yang terjadi pada orde ini.

3.3.    Referensi
                http://www.crayonpedia.org/mw/bab 6 konflik sosial
http://www.dpr.go.id/id/berita/pansus/2011/okt/03/3174/konflik-sosial-disebabkan-ketidakadilan

Senin, 16 Mei 2011

Demokrasi Indonesia Yang Berhubungan Dengan Rule of law


Nama                   : Irfan fauzi
NPM                      : 33410600
Mata Kuliah      : PKN 

Demokrasi Indonesia Yang Berhubungan Dengan Rule of law

Rule of law adalah istilah dari tradisi common law dan berbeda dengan persamaannya dalam tradisi hukum Kontinental, yaitu Rechtsstaat (negara yang diatur oleh hukum). Keduanya memerlukan prosedur yang adil (procedural fairness), due process dan persamaan di depan hukum, tetapi rule of law juga sering dianggap memerlukan pemisahan kekuasaan, perlindungan hak asasi manusia tertentu dan demokratisasi.
Baru-baru ini, rule of law dan negara hukum semakin mirip dan perbedaan di antara kedua konsep tersebut menjadi semakin kurang tajam. Rule of law tumbuh dan berkembang pertama kali pada negara-negara yang menganut system seperti Inggris dan Amerika Serikat, kedua negara tersebut mengejewantahkannya sebagai perwujudan dari persamaan hak, kewajiban, dan derajat dalam suatu negara di hadapan hukum. Hal tersebut berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), di mana setiap warga negara dianggap sama di hadapan hukum dan berhak dijamin HAM-nya melalui sistem hukum dalam negara tersebut.
Rule of law jamak diartikan sebagai penegakan hukum, Penegakan hukum adalah sebuah pepatah hukum umum sesuai dengan keputusan yang harus dilakukan dengan menerapkan prinsip – prinsip atau hukum yang dikenal, tanpa intervensi kebijaksanaan dalam aplikasi mereka. Peribahasa ini dimaksudkan sebagai pelindung terhadap pemerintahan yang sewenang – wenang. Kata “sewenang – wenang” (dari bahasa latin “penengah”) menandakan suatu keputusan yang dibuat di atas kebijaksanaan wasit, bukan menurut aturan hukum.


Latar Belakang Rule of Law
Latar belakang kelahiran rule of law :
1.       Diawali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan Negara.
2.      Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional.
3.      Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional adalah konsepsi negara hukum.

Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring degan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law bukan rule by the man.
Unsur-unsur rule of law menurut A.V. Dicey terdiri dari:
1.       Supremasi aturan-aturan hukum.
2.      Kedudukan yang sama didalam menghadapi hukum.
3.  Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan.

Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut rule of law adalah:
a)     Adanya perlindungan konstitusional.
b)     Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
c)      Pemilihan umum yang bebas.
d)     Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
e)     Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
f)       Pendidikan kewarganegaraan.

Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan social.Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu :
a)        Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3).
b) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaraakan peradilan guna menegakan hokum dan keadilan (pasal 24 ayat 1)
c) Segala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hukum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)
d)    Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hokum (pasal 28 D ayat 1)
e)     Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).

Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan (penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum) “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi social yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan pembuatan system peraturan dan prosedur yang sengaja bersufat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.

Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of Law

Agar pelaksanaan rule of law bias berjalan dengan yang diharapkan, maka:
a)  Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa.
b)    Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
c)  Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakan secara adil juga memihak pada keadilan.

Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hokum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and order”, kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.
Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.       Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.
2.      Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun.
3.   Legalitas terwujud dalam segala bentuk. Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia (Masyarakat Transparansi Internasional: 2005).


Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:
·         Kasus korupsi KPU dan KPUD
·         Kasus illegal logging
·         Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA)
·         Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika
·         Kasus perdagangan wanita dan anak.

Minimal Tiga Hal Untuk dapat mewujudkan rule of law di Indonesia, Indonesia harus melakukan minimal tiga hal, yaitu;

Pertama, hukum di Indonesia harus memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. Maksudnya, sejak dari proses legislasi di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) para wakil rakyat harus bisa mengejawantahkan aspirasi keadilan rakyat dalam rancangan undang-undang yang sedang dikerjakannya. Hukum yang diciptakan harus responsif terhadap tuntutan akan rasa keadilan rakyat dan hukum yang diciptakan harus bersih, murni dari intervensi politik, ekonomi, dan kepentingan sekelompok orang.

Kedua, Indonesia harus menjalankan suatu sistem peradilan yang jujur, adil, dan bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Sistem peradilan Indonesia saat ini belum dilaksanakan sebagaimana mestinya karena kurangnya pemahaman dan kemampuan atau bahkan kurangnya ketulusan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik penyidik, penuntut umum, hakim, penasihat hukum, bahkan masyarakat pencari keadilan.

Proses peradilan yang berjalan tidak sebagaimana mestinya, padahal Indonesia memiliki asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya murah, namun akhirnya semua itu hanya menjadi slogan semata. Disinyalir, sistem peradilan di Indonesia telah terkontaminasi oleh "mafia peradilan". Jika ini semua belum dapat diberantas mustahil rule of law dapat terwujud. Kasus Akbar Tanjung yang akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung, kasus HAM Timor-Timur, dan pembubaran TGTPK oleh judicial review MA merupakan contoh yang sangat melukai rasa keadilan masyarakat.

Akses Publik Ketiga, Akses publik ke peradilan harus ditingkatkan. Hukum positif Indonesia telah merumuskan sejumlah hak masyarakat pencari keadilan yang terlibat dalam proses peradilan pidana. Secara umum dapat dikatakan bahwa hak yang diberikan kepada pencari keadilan dalam sistem peradilan Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara lain, dan umumnya mengikuti norma dan prinsip dalam instrumen internasional.
Akan tetapi dalam banyak peristiwa justru kewenangan yang dijalankan oleh aparat penegak hukum tersebut telah disalahgunakan sehingga merugikan hak para pencari keadilan. Sejumlah kenyataan lain yang sering dijumpai adalah awal pemeriksaan yang tidak pasti, intimidasi, meremehkan keterangan yang diberikan, dan lain sebagainya.
Tidak jarang pula pemeriksaan terhadap tersangka memiliki kendala yang dialami oleh penyidik. Salah satunya yang sering muncul adalah tersangka dengan sengaja mempersulit jalannya pemeriksaan. Ini mengakibatkan polisi sebagai penyidik menggunakan berbagai upaya baik yang lazim maupun tidak agar penyelesaian dapat berjalan cepat. Oleh karena itu untuk mewujudkan rule of law, akses publik ke peradilan jelas harus ditingkatkan.







Referensi :



Demokrasi


Nama                   : Irfan fauzi
NPM                      : 33410600
Mata Kuliah      : PKN 


A.         PENGERTIAN DEMOKRASI SECARA ETIMOLOGI & TERMINOLOGI

Secara etimologis, demokrasi berasal bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dengan demikian, secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat.
Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa konsep ini merupakan tata pemerintahan yang paling unggul dibandingkan dengan tata pemerintahan lainnya. Demokrasi telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah government of the people, by the people and for the people.
Inu Kencana Syafiie merinci prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut, yaitu ; adanya pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas, manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahan yang berdasarkan hukum, pers yang bebas, beberapa partai politik, konsensus, persetujuan, pemerintahan yang konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan terhadap administrasi negara, perlindungan hak asasi, pemerintah yang mayoritas, persaingan keahlian, adanya mekanisme politik, kebebasan kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat aspek.
Pertama, masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses pembentukan pemerintahan yang baik.
Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat.
Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu tangan.
Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.

B.    JENIS-JENIS DEMOKRASI
Menurut beberapa segi pandangan dapat dibedakan berbagai jenis demokrasi. Dapat umpamanya diperhatikan sifat kelompok dimana terdapat itu, besarnya kelompok itu, langsungnya pengaruh terhadap kebijaksanaan oleh anggota-anggota kelompok, tingkat partisipasi politik, tingkat pengaruh para anggota terhadap kebijaksanaan, hubungan-hubungan antara pemerintah dan parlemen dan banyak lagi.
Demokrasi sendiri bukan hanya merupakan tujuan. Demokrasi adalah juga tujuan-tujuan menuju tujuan-tujuan yang lebih jauh. Sesuai dengan tujuan-tujuan itu maka pandangan mengenai jenis demokrasi yang diperlukan akan berbeda-beda pula. Yang penting umpamanya adalah pertanyaan apakah demokrasi politik dilihat sebagai tujuan-antara menuju efektivitas ataupun menuju keabsahan sistem politik. Suatu sistem politik lebih efektif apabila ia lebih banyak membantu tercapainya tujuan-tujuan dari semua yang termasuk dalam sistem politik lebih efektif apabila ia lebih banyak membantu tercapainya tujuan-tujuan dari semua yang termasuk dalam sistem itu. Suatu sistem politik lebih sah apabila pembagian kekuasaan dalam sistem dianggap lebih benar oleh orang-orang yang termasuk dalam sistem itu.
Jika efektivitas sistem politik merupakan tujuan akhir, maka persaingan antara partai-partai, dengan kata lain suatu model konflik atau polarisasi, dan pemilih yang relatif rasional yang dapat mengadakan pilihan partai yang tepat, akan dianggap sebagai syarat-syarat menguntungkan bagi demokrasi politik. Pemikiran demikian terhadap antara lain pada Downs, Olsen dan pengikut lainnya dari pendekatan “ekonomis’ dari demokrasi.
Sebaliknya, jika keabsahan sistem politik merupakan tujuan akhir, maka bukanlah persaingan antara partai-partai, tetapi sistem nilai bersama akan dianggap sebagai syarat yang menguntungkan bagi demokrasi. Jadi dengan kata lain, yang digunakan adalah model integrasi, pemilih dianggap non-rasional, yang tidak dapat mengadakan pilihan yang masuk akal antara pendapat partai-partai mengenai kebijaksanaan. Pemikiran demikian terdapat antara lain pada Lipset, Almond dan pengikut-pengikut lainnya dari pendekatan “sosiologis’ dari demokrasi.
Yang penting juga bagi pemikiran mengenai demokrasi politik ialah pertanyaan apakah demokrasi dilihat sebagai tujuan antara menuju kebebasan, persamaan atau kebersamaan dan toleransi (persaudaraan). Pembagitigaan ini dapat ditereapkan dalam ketiga jenis demokrasi yang dibeda-bedakan oleh Dahl.
Sebagai bentuk kedua dari demokrasi disebut oleh Dahl “populistic democracy”. Demokrasi disini diidentifikasikan dengan persamaan politik, kedaulatan rakyat dan pemerintahan oleh mayoritas.
Yang menjadi terkenal adalah tripologi (pembagian menurut jenis) dari sistem-sistem politik demokrasi menurut Lijphart, suatu pembagian yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kebudayaan politik
Gaya elite-elite kartel (kerjasama) persaingan
Homogeny
Terisolasi
Demokrasi kartel
Demokrasi sentripetal
Demokrasi pasifikasi
Demokrasi sentrifugal

Demokrasi sentripel mantap disebabkan kebudayaan politiknya yang homogeny dan dapat bertahan dengan mudah terhadap persaingan antara elite-elite. Contoh-contoh adalah negara-negara Skandinavia dan Inggris.
Demokrasi pasifikasi seharusnya tidak mantap disebabkan kebudayaan politiknya yang terisolasi, tetapi dapat dimantapkan kerjasama. Demokrasi kartel, yang oleh Lijphart dianggap sebagai demokrasi untuk  hari depan, mantap karena penggabungan kebudayaan politik yang homogeny dengan kerjasama antara elite-elite.

C.    DEMOKRASI BERDASARKAN PRINSIP IDEOLOGI
Seorang warga Athena tidak menterlantarkan negara demi kepentingan sendiri. Juga mereka diantara kita yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, mampu merumuskan gagasan-gagasan politik yang jelas. Seseorang yang tidak mempunyai perhatian terhadap kepentingan umum, dimata kita tidak berbahaya, tetapi tidak berharga. Memang hanya sedikit diantara diantara kita yang menjadi peletak asas, tetapi kita semua mampu memberi penilaian yang tepat dari politik.
Setiap undang-undang yang tidak ditetapkan oleh rakyat sendiri, tidak ada harga; itu bukanlah undang-undang. Bangsa Inggris berpikir bahwa ia bebas, tetapi ia keliru; ia hanya bebas selama pemilihan anggauta-anggauta parlemen: begitu mereka terpilih, maka ia menjadi budak, tidak menjadi apa-apa lagi.
Berdasarkan liberal, komunis, dan pancasila.
1.       Liberal
Demokrasi konstitusional adalah demokrasi yang didasarkan pada kebebasan atau individualisme. Ciri khas demokrasi konstitusional adalah kekuasaan pemerintahnya terbatas dan tidak diperkenankan banyak campur tangan dan bertindak sewenang- wenang terhadap warganya. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.
Menurut M. Carter danJohn Herz, suatu negara dinyatakan sebagai negara demokrasi apabila ; yang memerintah dalam negara tersebut adalah rakyat dan bentuk pemerintahannya terbatas. Bila suatu lingkungan dilindungi oleh konvensi dari campur tangan pemerintahan atau hukum, maka rezim ini disebut liberal.
 2.      Komunis
Demokrasi rakyat disebut juga demokrasi proletar yang berhaluan Marxisme-Komunisme.Demokrasi rakyat mencita-citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial. Manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada pemilikan pribadi tanpa ada penindasan atau paksaan. Akan tetapi, untuk mencapai masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan.
Menurut peristilahan komunis, demokrasi rakyat adalah “bentuk khusus demokrasi yang memenuhi fungsi diktatur proletar”. Bentuk khusus ini tumbuh dan berkembang di negara-negara Eropa Timur (sebelum runtuhnya Uni soviet 1990), seperti Cekoslovakia, Polandia, Hongaria, Rumania, Bulgaria, serta Yugoslavia dan Tiongkok. Sistem politik demokrasi rakyat disebut juga demokrasi “proletar” yang berhaluanMarxisme- komunisme. Demokrasi rakyat mencita-citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial. Manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada pemilikan pribadi tanpa ada penindasan serta paksaan. Akan tetapi untuk mencapai masyarakat tersebut, bila perlu dapat dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan.
Dalam pandangan Georgi Dimitrov (Mantan Perdana Menteri Bulgaria), bahwa demokrasi rakyat merupakan “negara dalam masa transisi yang bertugas untuk menjamin perkembangan negara ke arah sosialisme”.
 3.      Pancasila
Ahmad Sanusi mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-indang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang sebagai berikut:
a)     Demokrasi yang Berketuhanan Yang maha Esa
b)     Demokrasi dengan kecerdasan
c)      Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
d)     Demokrasi dengan rule of law
e)     Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan Negara
f)       Demokrasi dengan hak asasi manusia
g)     Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
h)    Demokrasi dengan otonomi daerah
i)       Demokrasi dengan kemakmuran
j)       Demokrasi yang berkeadilan social
Demokrasi Pancasila mendasarkan diri pada faham kekeluargaan dan Kegotong-royongan yang ditujukan untuk:
a.       Kesejahteraan rakyat
b.      Mendukung unsur-unsur kesadaran hak ber-ketuhanan Yang Maha Esa
c.       Menolak atheism
d.      Menegakkan kebenaran yang berdasarkan kepada budi pekerti yang luhur
e.      Mengembangkan kepribadian Indonesia
f.        Menciptakan keseimbangan perikehidupan individu dan masyarakat, kasmani dan rohani, lahir dan bathin, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

D.   DEMOKRASI BERDASARKAN WEWENANG & HUBUNGAN ANTAR ALAT KELENGKAPAN NEGARA
Sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.

 “Many forms of Government have been tried, and will be tried in this world of sin and woe. No one pretends that democracy is perfect or all-wise. Indeed, it has been said that democracy is the worst form of government except all those other forms that have been tried from time to time.” Winston C (Hansard, 1947)
Wewenang dan hubungan antara alat kelengkapan negara, demokrasi dibedakan   atas :

  • Demokrasi Sistem Parlementer
  • Demokrasi Sistem Presidensial

E.    KESIMPULAN
Demokrasi yang diharapkan bisa dirasakan oleh keseluruhan masyarakat Indonesia saat ini belum bisa terwujud. Selama ini persepsi yang muncul demokrasi lebih diidentikkan kepada hal-hal bersifat politis. Sehingga yang terjadi isu-isu demokratis tersebut lebih berkembang pesat di kalangan partai politik. Dalam berdemokrasi belum bisa memyentuh kepada lembaga atau masyarakat yang notabene berskala kecil.
Dalam mentransformasikan nilai-nilai demokrasi yang dianggap paling efektif adalah melalui jalur pendidikan. Karena hampir semua generasi saat ini pernah menyentuh jalur tersebut, jadi apabila bisa dimaksimalkan dengan baik oleh pemerintah, maka akan menghasilkan hasil yang signifikan dan luas. Karena menurut Muchtar Bukhori (2002) salah satu acuan ideologis pendidikan selain mengembangkan kreativitas, kebudayaan, dan peradaban atau Mendukung diseminasi nilai keunggulan adalah mengembangkan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan keagamaan.

 
Referensi :